You Are Here : Home » »



Hukum Tata Negara





Hukum Tata Negara 01


Istilah lain yang dipakai HTN dalam kepustakaan Indonesia adalah Hukum Negara, yang kedua-duanya adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda staatsrecht.

Beberapa istilah dalam bahasa asing lainnya yang diartikan sebagai HTN: 
1. Constitutional Law (bahasa Inggris).
2. Droit Constitutionelle (bahasa Prancis).
3. Verfassungsrecht (bahasa Jerman).

Istilah lainnya selain HTN dalam bahasa Indonesia, adalah:
1. Teori Konstitusi 
Menurut Djokosoetono, Teori Konstitusi (verfassunglehre) merupakan istilah yang tepat untuk digunakan untuk HTN sebagai ilmu, dan merupakan dasar untuk mempelajari HTN positif (verfassungsrecht).
2. Hukum Konstitusi
HTN juga merupakan istilah yang dapat dianggap identik dengan Hukum Konstitusi, yang merupakan terjemahan langsung dari Constitutional Law. Akan tetapi, jika HTN diterjemahkan dalam bahasa Inggris maka istilah yang digunakan juga adalah Constitutional Law. 

HUBUNGAN HTN DENGAN ILMU NEGARA, ILMU POLITIK, DAN HAN

1. Hubungan HTN dengan Ilmu Negara
Ilmu Negara berkedudukan sebagai ilmu pengetahuan pengantar bagi HTN. Ilmu Negara mementingkan nilai teoritis, sehingga tugas Ilmu Negara tidak mementingkan bagaimana caranya hukum itu seharusnya dijalankan, sebaliknya dalam HTN lebih diutamakan nilai-nilai praktisnya karena hasil penyelidikannya dapat langsung dipergunakan dalam praktik oleh penyelenggara negara.
2. Hubungan HTN dengan Ilmu Politik
J. Barents mengemukakan bahwa hubungan antara HTN dengan Ilmu Politik ibarat kerangka manusia dengan daging yang menyelimutinya, ketika kerangka manusia merupakan perumpamaan bagi HTN, sedangkan daging yang menyelimutinya adalah Ilmu Politik.
3. Hubungan HTN dengan Hukum Administrasi Negara 
Menurut J.H.A. Logemann, HTN dalam arti luas terdiri atas HTN dalam arti sempit dan HAN. Logemann memisahkan antara HTN dalam arti sempit dengan HAN, di mana HTN dalam arti sempit meliputi ajaran tentang pribadi (fungsi jabatan) dan ajaran pegangan (ajaran tentang ruang lingkup berlakunya norma), sedangkan HAN meliputi ajaran mengenai hubungan hukum.
Van Vollenhoven mengemukakan bahwa HTN adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum, yang mendirikan badan-badan sebagai alat (orgaan) suatu negara dengan memberikan wewenang-wewenang kepada badan-badan itu dan yang membagi-bagi pekerjaan Pemerintah kepada banyak alat-alat-negara baik yang tinggi maupun yang rendah kedudukannya, sedangkan HAN adalah rangkaian ketentuan-ketentuan yang mengikat alat-alat Negara yang tinggi dan yang rendah tadi, pada waktu alat-alat Negara itu mulai menjalankan pekerjaan dalam hal menunaikan tugasnya , seperti yang ditetapkan dalam HTN.





Hukum Tata Negara 02

Inisiasi 2
Sumber HTN

Sumber HTN terbagi 2 (dua), yaitu sumber hukum material dan sumber hukum formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum, sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang dikenal dari bentuknya, ketika bentuknya menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati. Selain sumber hukum material dan sumber hukum formal, L.J. van Apeldoorn menjelaskan bahwa terdapat pula faktor-faktor yang membantu dalam pembentukan hukum, yaitu perjanjian, yurisprudensi, dan ajaran hukum (communis opinio doctorum). 
Sumber HTN Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sumber hukum materiil, yaitu Pancasila
2. Sumber hukum formil, terdiri dari:
a. UUD 1945 (baik Pembukaan maupun Pasal-Pasalnya) dan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur/memuat ketentuan-ketentuan ketatanegaraan, yang terdiri dari:
1) UUD 1945 (baik Pembukaan maupun Pasal-Pasalnya).
2) Ketetapan MPR/MPRS.
3) UU dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU.
4) Peraturan Pemerintah.
5) Peraturan Presiden.
6) Peraturan Menteri.
7) Peraturan Daerah.
b. Konvensi Ketatanegaraan
c. Traktat (Perjanjian Internasional)

Selain sumber hukum materiil dan sumber hukum formal HTN Indonesia, maka berdasarkan pendapat L.J. van Apeldoorn, terdapat pula faktor-faktor yang membantu dalam pembentukan HTN Indonesia, yang terdiri dari perjanjian, yurisprudensi, dan ajaran hukum (communis opinio doctorum) yang memuat ketentuan-ketentuan ketatanegaraan.

Konsep Negara Hukum
Menurut Suwarma, konsep negara hukum merupakan perwujudan dari teori kedaulatan hukum.

Konsep Hierarkis
Teori hierarki yang terkenal adalah stufenbau theory yang dikemukakan oleh hans Kelsen bahwa peraturan dalam negara terbentuk seperti piramida, peraturan paling dasar berada paling atas yang dikenal dengan sebutan grundnorm (Undang-Undang dasar), kemudian yang lain mengikuti di bawahnya. Peraturan yang berada di bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.



Hukum Tata Negara 03


Inisiasi 3
Pasal 1 angka 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan pengertian HAM sebagai berikut: 

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Jack Donnely mengemukakan bahwa HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia; umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan peraturan perundang-undangan, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.

Hak konstitusional adalah hak yang diatur dan dijamin dalam UUD sebuah negara, sedangkan hak hukum (legal rights) adalah hak yang diatur dan dijamin dalam peraturan perundang-undangan di bawah UUD.

Hak warga negara (citizen’s rights) adalah hak yang diatur dan dijamin UUD dan peraturan perundang-undangan di bawahnya, yang hanya berlaku bagi warga negara dari negara tersebut, sedangkan hak penduduk (people’s rights) adalah hak yang diatur dan dijamin UUD dan peraturan perundang-undangan di bawahnya, yang hanya berlaku bagi penduduk dari negara tersebut.

Dalam perkembangannya, jaminan terhadap hak asasi manusia (HAM) merupakan unsur dari Negara Hukum, sebagaimana dikemukakan oleh Albert Venn Dicey dan F.J. Stahl. Albert Venn Dicey mengemukakan tiga unsur utama Rule of Law, yaitu: supremasi hukum (the absolute supremacy of regular law), persamaan di hadapan hukum (equality before the law), dan aturan UUD merupakan konsekuensi dari hak-hak individual (a constitution code the consequence of the rights of individuals)




Hukum Tata Negara 04


Inisiasi 4
Pengertian kewarganegaraan tertera dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menyatakan bahwa warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan-peraturan perundang-undangan, sedangkan kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Sene;umnya dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga mengatur bahwa yang merupakan Warga Negara Indonesia adalah orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Dalam kewarganegaraan juga dikenal seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan yang disebut dengan a patride dan seseorang yang memiliki dua kewarganegaraan atau disebut dengan bi patride. Keadaan tersebut haruslah dihindari, karena menimbulkan konflik negatif (a patride) dan konflik positif (bi patride)
Asas-asas penentuan kewarganegaraan dibagi berdasarkan:
1. kelahiran
2. perkawinan
Selain itu status kewarganegaraan seseorang dapat diperoleh atau kehilangan dengan dua cara, yaitu:
1. sistem/stensel aktif
2. sistem stensel pasif



Hukum Tata Negara 05

Inisiasi 5
Pemilihan Umum

Pengertian pemilu di Indonesia diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yaitu: “sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara, sehingga kemauan dan persetujuan rakyat dibutuhkan dalam penyelenggaraan negara. Hal tersebut diatur dalam Pasal 34 Konstitusi RIS dan Pasal 35 UUDS RI, yaitu: “Kemauan Rakjat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinjatakan dalam pemilihan berkala jang djudjur dan jang dilakukan menurut hak-pilih jang sedapat mungkin bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara jang rahasia ataupun menurut tjara jang djuga mendjamin kebebasan mengeluarkan suara.”

Tujuan penyelenggaraan pemilu, yang terutama adalah: 
1. Pemilu merupakan sistem yang memungkinkan terjadinya peralihan kekuasaan secara tertib dan damai.
2. Pemilu diselenggarakan agar demokrasi perwakilan dapat berjalan, dan hak konstitusional warga negara terpenuhi.
3. Pemilu merupakan salah satu unsur untuk mewujudkan negara hukum.
4. Pemilu merupakan sistem untuk mengisi keanggotaan parlemen.
5. Pemilu merupakan sistem untuk membentuk pemerintahan.

Dalam Penjelasan Umum UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, asas-asas tersebut dijabarkan sebagai berikut: 
a. Langsung
Dengan asas langsung, rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b. Umum
Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.
c. Bebas
Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya oleh negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani.
d. Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain.
e. Jujur
Dalam penyelenggaraan pemilu ini, penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
f. Adil
Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun. 
g. Rutin, setiap lima tahun sekali
Hal ini menunjukkan asas bahwa pemilu dilakukan secara rutin setiap 5 tahun.





Hukum Tata Negara 06

Inisiasi 6
Untuk memahami materi ini, mari kita bahas mengenai beberapa teori tenatng pembentukan parlemen sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat pada negara hukum yang demokratis:
1. Teori kontrak sosial
Secara alamiah seseorang memiliki kebebasan dan keadaan yang setara dengan yang lain, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadinya konflik dan ancaman dari orang lain, sehingga mereka bergabung dengan menyerahkan hak kepada seseorang atau majelis untuk memberikan jaminan keamanan terhadap hidupnya.
2. Teori pemisahan kekuasaan
Dilatarbelakangi oleh kekuasaan absolut oleh raja sehingga dengan teori pemisahan kekuasaan memisahkan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Teori ini pada mulanya dikemukakan oleh John Locke dalam bukunya Two Treatises on Civil Government (1690) yang kemudian dilanjutkan oleh Montesquieu dengan checks and balances. Karena tidak mungkin menerapkan teori pemisahan kekuasaan sepenuhnya, suatu tugas utama yang telah selesai diserahkan pada satu orang atau satu badan maka partisipasi dari pihak lain atau lembaga lain haruslah ada.
3. Teori negara hukum
Pemerintah (dalam arti luas) dalam melaksanakan kewenangannya berdasarkan hukum. Dalam pelaksanaannya, Negara Hukum mengalami perkembangan yang berbeda pada negara yang menganut sistem hukum civil law dan pada negara yang menggunakan sistem hukum common law. Dalam negara yang menganut sistem hukum civil law, Negara Hukum dikenal dengan istilah Rechtsstaat, sedangkan pada negara yang menggunakan sistem hukum common law, Negara Hukum dikenal dengan istilah Rule of Law.
Peristilahan
kita akan banyak menemui istilah dari parlemen yang kurang lebih artinya sama sebagai pembentuk undang-undang, yaitu sebagai berikut.
I. Lembaga Perwakilan Rakyat (Representative Assembly) 
II. Lembaga Pembentuk UU (Legislature)
III. Parlemen
IV. Kongres
Fungsi Parlemen
Menurut montesquieu Lembaga Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi untuk membuat UU, mengawasi pelaksanaan UU, memberikan persetujuan dalam hal eksekutif menaikkan keuangan publik.
Menurut Yves Money dan Andrew Knapp fungsi parlemen sebagai perwakilan, mengambil keputusan, kontrol terhadap elsekutif.
Menurut Jimly Asshiddie, fungsi dari cabang kekuasaan legislatif adalah sebagai fungsi perwakilan, fungsi pengaturan, dan fungsi pengawasan. 
Selain hal tersebut di atas perlu juga mahasiswa untuk memahami kewenangan dari DPR, DPD, dan MPR




Hukum Tata Negara 07

Inisiasi 7
Teori dan Konsep Lembaga Kepresidenan
Terdapat beberapa teori yang akan kita pelajari, yaitu:
1. Teori pemisahan kekuasaan
Seperti yang sudah dibahas sekilas dalam inisiasi sebelumnya bahwa teori ini dikemukakan oleh Montesquieu, dimana pemisahan kekuasaan adalah suatu keharusan. Digambarkan bahwa apabila legislatif dan eksekutif dipegang oleh satu orang maka raja/pemimpin negara akan membuat hukum sesuai dengan keinginannya yang cenderung tirani. Apabila yudisial tidak dipisahkan dengan legislatif dan eksekutif maka kekuasaan hakim akan menjadi sewenang-wenang sebagai pembuat hukum dan menjadi penindas apabila sekaligus sebagai pemimpin negara. Tujuan awal dari teori ini adalah sebagai pembatasan terhadap kekuasaan raja atau penguasa.
2. Bentuk Negara Republik
Pada awalnya perbedaan negara republik dan kerajaan adalah pemegang kekuasaan, saat ini bergeser kepada metode pengangkatanannya. Yaitu kerajaan berdasarkan pada garis keturunan atau hubungan darah dan biasanya berlangsung seumur hidup. Sedangkan dalam republik pengangkatan kepala negara dengan dipilih oleh rakyat baik secara langsung mapun tidak langsung dalam jangka waktu tertentu.
3. Sistem pemerintahan presidensiil
Dalam sistem ini tidak ada pemisahan kekuasaan antara jabatan kepala negara dan jabatan pemerintahan, yaitu presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dipilih melalui pemilihan langsung atau tidak langsung. Kedudukan eksekutif dan legislatif terpisah dan mendapat legitimasi oleh rakyat.
Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
1. Pemilihan
Perlu pengaturan khusus untuk memilih presiden dan wakil presiden. Terdiri dari first past post, two round system, preserential vote. 
2. Perwakilan
Hanya berlaku apabila presiden berhalangan sementara hingga presiden sudah tidak lagi berhalangan. Peristiwa yang menyebabkan berhalangan tersebut di antaranya sakit, berkunjung ke daerah, berkunjung ke luar neger, cuti, sibuk, dll.
3. Pergantian
Dalam hal presiden berhalangan tetap, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri, dilepas dari jabatan, menderita ganguggan kesehatan.
4. Pemangkuan sementara
yaitu apabila presiden dan wakl presiden berhalangan ettap secara bersamaan.



Hukum Tata Negara 08


Dalam pengkajian mengenai HTN, topik tentang kekuasaan kehakiman merupakan hal yang harus dibahas. Mr. J.G. Steenbeek mengemukakan bahwa pada umumnya UUD berisi 3 (tiga) hal pokok, dan mengenai lembaga negara harus diatur 2 (dua) hal pokok yaitu ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental dan adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang bersifat fundamental. Kekuasaan kehakiman merupakan satu lembaga negara utama dalam sebuah negara baik berbentuk republik maupun monarki.

Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang independen dan imparsial. Dari UUD berbagai negara diatur bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang mandiri, terpisah dari cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif. Walaupun pada negara yang menggunakan sistem pemerintahan parlementer, hanya kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif yang disatukan dalam parlemen, sedangkan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang terpisah. Negara Inggris yang sebelumnya mencampurkan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial dalam parlemen (fusion of powers), sudah tidak lagi melakukan hal tersebut sejak Supreme Court secara resmi dibuka Oktober 2009. Kekuasaan yudisial berupa Komite Banding (Appellate Committee) yang semula merupakan kewenangan kamar kedua di Inggris (House of Lords) menjadi kewenangan Supreme Court. 

TEORI TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

1. Teori Pemisahan Kekuasaan
Montesquieu memisahkan 3 (tiga) jenis kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudisial. Kekuasaan legislatif memiliki kekuasaan membuat UU, dan mengubah atau menghapus UU; kekuasaan eksekutif memiliki kekuasaan menyatakan perang atau damai, mengirimkan atau menerima duta, menjamin keamanan umum serta menghalau musuh yang masuk; sedangkan kekuasaan yudisial memiliki kekuasaan menghukum para penjahat atau memutuskan perselisihan yang timbul di antara orang perseorangan.

2. Teori Negara Hukum
Dasar filosofis dari Negara Hukum adalah bahwa pemerintah (dalam arti luas) dalam melaksanakan kewenangannya berdasarkan hukum. Dalam pelaksanaannya, Negara Hukum mengalami perkembangan yang berbeda pada negara yang menganut sistem hukum civil law dan pada negara yang menggunakan sistem hukum common law, sebagaimana dikemukakan oleh Albert Venn Dicey dan F.J. Stahl. Dalam negara yang menganut sistem hukum civil law, Negara Hukum dikenal dengan istilah Rechtsstaat, sedangkan pada negara yang menggunakan sistem hukum common law, Negara Hukum dikenal dengan istilah Rule of Law.


Welcome to SpicyTweaks.

Copyright © Belajar ilmu hukum. Designed by Momizat Team. Powered to Blogger by SpicyTweaks.

Scroll to top